Ticker

6/random/ticker-posts

Header Ads Widget

i love Alloh

Alhamdulillah Alloh Bimbing Kami Seperti Jalan Nabi Muhammad Yang Kau Sayangi #Dakwah #Islam

 

Faedah dari Ibnu Katsir “Jalan yang Engkau Beri Nikmat”

Ayat berikut,

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ

adalah tafsiran dari ayat,

الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

Karenanya jalan yang lurus adalah jalan yang Allah beri nikmat. Shirothol mustaqim ini, menurut ilmu nahwu sebagai “badal minhu”, bisa juga kita sebut dengan ‘athaf bayan.

Alhamdulillah Alloh Bimbing Kami Seperti Jalan Nabi Muhammad Yang Kau Sayangi
Alhamdulillah Alloh Bimbing Kami Seperti Jalan Nabi Muhammad Yang Kau Sayangi

Orang-orang yang Allah beri nikmat adalah seperti yang disebutkan dalam ayat,

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا

ذَٰلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللَّهِ ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ عَلِيمًا

Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui.” (QS. An-Nisaa’: 69-70)

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata tentang orang-orang yang mendapatkan nikmat,

صراط الذين أنعمت عليهم بطاعتك وعبادتك، من ملائكتك، وأنبيائك، والصديقين، والشهداء، والصالحين

“Jalan yang engkau beri nikmat kepada mereka dengan menaati-Mu dan beribadah kepada-Mu. Mereka yang mendapatkan nikmat adalah para malaikat, para nabi, shiddiqiin, syuhada, dan orang-orang saleh.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 1:215)

Faedah dari Ibnu Katsir “jalan orang yang dimurkai” dan “jalan orang yang sesat”

Dari ‘Adi bin Hatim, ia berkata bahwa ia bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dimaksud dengan “ghairil maghdhuubi ‘alaihim” (bukan jalan mereka yang dimurkai), Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Mereka adalah Yahudi.” Lalu mengenai ayat “wa laadh dhoolliin” (bukan jalan mereka yang sesat), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Mereka adalah Nasrani.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 1:217. Syaikh Musthafa Al-‘Adawi mengatakan bahwa hadits ini sahih karena memiliki penguat. Lihat HR. Ahmad, 4:378-379; Tirmidzi, no. 2954)

Dari Abu Dzarr, ia bertanya tentang al-maghdhuub ‘alaihim (mereka yang dimurkai), jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Yaitu Yahudi.” Ia bertanya tentang adh-dhoolliin (mereka yang sesat), jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Yaitu Nasrani.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 1:217. Syaikh Musthafa Al-‘Adawi mengatakan bahwa hadits ini sahih secara matan).

Ibnu Abi Hatim mengatakan bahwa ia tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat ulama pakar tafsir dalam masalah ini. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 1:219.

Dalam sirah (sejarah), dari Zaid bin ‘Amr bin Nufail bahwa ketika ia keluar bersama jamaah dari para sahabat ke Syam, mereka ingin mencari agama yang lurus (ad-diin al-haniif), ada orang Yahudi mengatakan kepadanya, “Engkau tidak mampu masuk bersama kami sampai engkau mengambil bagianmu menjadi orang yang dimurkai oleh Allah.” Ia berkata, “Aku menjadi orang yang dimurkai Allah, aku mending lari.” Orang Nasrani berkata padanya, “Engkau juga tidak mampu masuk bersama kami sampai engkau mengambil bagianmu menjadi orang-orang yang dilaknat oleh Allah.” Zaid berkata, “Aku tidak mampu, aku terus mau berada di atas fitrah.” Ia pun menjauh dari peribadahan pada berhala dan agama orang musyrik. Ia pun tidak masuk mengikuti Yahudi atau pun Nasrani. Kawannya ada yang ikut Nasrani. Mereka masuk dalam ajaran Nasrani karena mereka merasa bahwa Nasrani lebih dekat dengan ajaran Yahudi. Di antara mereka ada Waraqah bin Naufal sampai Allah memberinya hidayah dengan perantaraan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamketika beliau diutus dan ia beriman pada wahyu yang dibawa. Semoga Allah meridainya. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 1:219)

Faedah ayat

  1. Sebagaimana kata Ibnu Katsir, shirothol mustaqim (jalan yang lurus) adalah syariat yang dibawa oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  2. Hidayah itu ada dua macam, yaitu hidayah yang sekadar memberikan penjelasan (hidayah ilmu wa irsyad) dan hidayah untuk mengamalkan syariat (hidayah taufiq wa ‘amal).
  3. Jalan itu ada dua macam, yakni jalan yang lurus dan jalan yang menyimpang dari jalan yang lurus.
  4. Tunjukilah kami kepada jalan yang lurus (ihdinaash shiroothol mustaqim)”, ini kalimat yang sifatnya mujmal(global). Sedangkan “jalan yang Engkau beri nikmat pada mereka (shiroothol laadziina an’amta ‘alaihim)” adalah tafshil (rincian).
  5. Mendapatkan petunjuk pada jalan yang lurus adalah suatu nikmat yang patut disyukuri.
  6. Manusia terbagi menjadi tiga: (1) manusia yang mendapatkan nikmat dengan mendapatkan petunjuk, (2) manusia yang dimurkai, (3) manusia yang sesat.
  7. Ada dua sebab seseorang keluar dari jalan yang lurus yaitu karena kebodohan (al-jahl) dan karena penentangan (al-‘inad). Golongan yang menentang adalah Yahudi, itulah yang mendapatkan murka Allah. Golongan yang jauh dari ilmu adalah Nasrani, itulah yang dikatakan sesat. Nasrani disebut tidak punya ilmu adalah keadaan sebelum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diangkat menjadi seorang nabi. Adapun setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diangkat menjadi nabi, mereka sudah tahu kebenaran ini, lalu mereka tidak mau taat.
  8. Kata al-maghdhuub ‘alaihim (yang dimurkai) disebutkan lebih dahulu daripada adh-dhoolliin (yang sesat). Kondisi orang yang disebut al-maghdhuub ‘alaihim lebih parah dari adh-dhoolliinAl-maghdhuub ‘alaihim (yang dimurkai) adalah yang menyelisihi kebenaran padahal punya ilmu (alias: menentang). Sedangkan adh-dhoolliinadalah menyelisihi kebenaran karena bodoh atau tidak punya ilmu. Tentu saja yang menyelisihi kebenaran karena punya ilmu lebih parah daripada yang menyelisihinya karena tidak punya ilmu.

Referensi:

  1. At-Tashiil li Ta’wil At-Tanziil Tafsir Surah Al-Baqarah fii Sual wa Jawab. Syaikh Musthafa Al-‘Adawi. Penerbit Maktabah Makkah.
  2. Shahih Tafsir Ibni Katsir. Cetakan pertama, Tahun 1427 H. Syaikh Musthafa Al-‘Adawi. Penerbit Darul Fawaid – Dar Ibnu Rajab.
  3. Tafsir Al-Jalalain. Cetakan kedua, Tahun 1422 H. Jalaluddin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Al-Mahalli dan Jalaluddin ‘Abdurrahman bin Abu Bakar As-Suyuthi. Ta’liq: Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury. Penerbit Darus Salam.
  4. Tafsir Jalalain. Penerbit Pustaka Al-Kautsar
  5. Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Tahqiq: Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
  6. Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Juz ‘Amma. Cetakan ketiga, Tahun 1424 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Dar Ats-Tsuraya.
  7. Tafsir As-Sa’di. Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.

Sumber https://rumaysho.com/24496-tafsir-surat-al-fatihah-ayat-6-dan-7-memahami-shirathal-mustaqim-jalan-lurus.html


بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم – قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ – اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ – لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ – وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ

Allohumma solli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa sollaita ‘alaa aali ibroohim, wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarokta ‘alaa aali ibroohim, fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid.

Allâhumma-ghfir liummati sayyidinâ muhammadin, allâhumma-rham ummata sayyidinâ muhammadin, allâhumma-stur ummata sayyidinâ muhammadin.

Allahumma maghfiratuka awsa’u min dzunubi wa rahmatuka arja ‘indi min ‘amali.

Alhamdulillah Alloh Bimbing Kami Seperti Jalan Nabi Muhammad Yang Kau Sayangi
Alhamdulillah Alloh Bimbing Kami Seperti Jalan Nabi Muhammad Yang Kau Sayangi

Posting Komentar

0 Komentar